ASAP dan CINTA
Borrong dalam bukunya menuliskan Manusia yang hidupnya dalam taraf tradisonal mendapatkan unsur-unsur yang diperlukan untuk hidupnya dari alam lingkungannya, baik dengan cara meramu maupun bercocok tanam dan beternak dengan sangat sederhana. Perkembangan teknologi sebenarnya juga sama usianya dengan manusia itu sendiri. Teknologi memungkinkan manusia untuk dapat mengubah lingkungan alamiah menjadi lingkungan buatan, misalnya hutan diubah menjadi tanah pertanian, tempat pemukiman dan sebagainya. Manusia dapat mengubah alam sesuai dengan kebutuhannya dengan kemampuannya berbudaya. Kekuasaan manusia yang makin besar atas lingkungan ditandai oleh pesatnya pertumbuhan spesies manusia (pertumbuhan demografi) dan pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Akan tetapi factor yang lebih dominan dan kuat dalam proses pengrusakan lingkungan adalah factor ekonomi, khususnya segi kerakusan manusia (materialism). Lebih jauh Borrong menegaskan bahwa Krisis lingkungan menyebabkan terjadinya pencemaran yang berdampak sangat luas bagi lingkungan dan alam. Pencemaran berjangka panjang dan meluas ini sudah sangat mengkwatirkan seperti masalah krisis atmosfer, pemanasan golobal dan terjadinya lubang ozon, efek rumah kaca dan lain sebagainya. Hari ini apa yang dipaparkan Borrong terang benderang terjadi dan tak terbantahkan. Kita mulai menyadari bahwa penyebab kerusakan dan kehancuran alam adalah MANUSIA PENCINTA ekonomi. Artinya adalah bahwa kerusakan lingkungan atau ekologi tidak dapat dilepaskan dari peran atau perlakuan manusia terhadap alam. Manusia yang juga adalah bagian dari ciptaan (creation) Allah yang menjadi pusatnya. Dengan demikian sebagai bagian dari ciptaaan maka manusia sebagai implikasi etisnya manusia menampilkan atau menunjukkan tanggunjawab kepada Allah sebagai Pencipta dan Pemilik dari alam, sekaligus perlakuan yang seharusnya ditunjukkan manusai terhadap alam ciptaan dan milik Allah. Artinya bahwa manusia tidak merasa satu-satunya sebagai pemilik alam atau jika diakui bahwa Allah sampai saat ini juga adalah yang turut menjaga ciptaa-Nya maka seharusnya tidak merusak alam yang dipelihara Sang pemiliknya tersebut. Apa yang menjadi tugas manusia terhadap ekologis menjadi misteri di hari ini.
Menurut K.C. Abraham dalam “A Theological Respons to the Ecological Crisis” memaparkan:
“The growth model must bechanged, the ecological is created by modern industrial and technological growth and modern life-style. One paradigm of development, the Westrn industrial growth model, is almost universally accept. It is process using enormous capital and exploiting natural resources, particularly non-renewable ones. Cahllange to ethics: in addition to calling for this theological shift, the ecological perspective alsso challenges our nation of ethics. In fact, the ecological model of mutual interdependence can provide a new corientastion in ethics that can the source of human renewal. Our Lord asks us to lern from the bird of the air, the lilies of the field. Values that are ssential for survival of live are those of carring and sharing, not domination and manipulation”
Kepulan asap yang telah menyebar dilangit Nusanatra bahkan hingga di negara tetangga adalah bukti bahwa masalah etis hari ini bukanlah hal penting lagi di jaman now. Pembahaan etis hanya ada ruang ruang kuliah yang kebanyakan tak tertarik menikmatinya untuk dicerna dan dinikmati. Kita tanya saja apakah dalam lingkup keluarga kwtika anak kita buang sampah di halaman rumah membuat kita resah dan mengatakan bahwa kita gagal mengedukasinya? Di gereja bungkus permen saja bertebaran dilantai sementara di mall kita meletakkan sampah pada tempatnya.
Persoalan kita asalah masalah CINTA. Nash memaparkan bahwa masalah besar dalam menjaga keutuhan ciptaan adalah interpretasi terhadap cinta itu sendiri. Padahal cinta adalah hal yang sangat essensial dalam kehidupan: "the task essiantial, in my faith and etics. If so, a Christian ecological ethics is seriously deficient-if even conceivable-unless it is grounded in Christian love”. Demikian juga Samuel Rayan mengeksprisikan bagaimana cinta kepada Allah dan kepada dunia dalam tulisannya “The Earth Is the Lord’s yang menuliskan: “God’s earth is loving earth, patient, nurturing, self-giving. Her freedom is her ability and give herself for the life of others. How richly and endlessly the give herself to us and to God, in how many beautiful ways and form!”.
Jika saat ini kita mulai menyadari bahwa kita mulai berkomentar tentang ASAP tentu kita harus sadar bahwa ada API. Siapa Apinya ? Sebelum terburu buru menunjukkan orang lain kita tanya sebentar diri kita apakah masih ada CINTA? (baca= TUHAN sebagai sumber/pengada cinta). Selamat menjawab! Salam
Komentar
Posting Komentar